Al-Adab Qoblal Ilm


Guru/pendidik berperan penting dalam lahirnya generasi-generasi terbaik dari sisi ilmu yang tentunya prilaku-prilaku yang lahir dari pendidikan itu sendiri akan berpengaruh pada peserta didiknya. Maka harusnya tiap pendidik berperan sebagai teladan agar tercapai apa yang menjadi tujuan dari pendidikan. Dalam hal ini ada yang tidak boleh terlewatkan sebelum penyampaian ilmu yaitu al-adab qoblal ilm atau “adab itu sebelum ilmu”. Continue reading

Adzkiya dan Pink Eye Conjunctivitis


Sudah hampir seminggu Adzkiya flu dan batuk. Mendengar nafasnya yang berat, perih sangat di hati. Seolah ingin mengambil alih ujian Allah itu darinya. Kian hari setelah dia di rawat inap kaarena campak Rubella di awal Ramadhan itu,kondisinya jadi sering sakit / mudah sekali sakit.  Kondisi saya dan suami tidak  jauh beda dengannya, karena saya hanya berdua dg suami mengasuhnya( siang di titipkan d daycare) ikut ngedrop juga.  Mungkin karena sibuk jd tidak memperhatikan kelainan pada matanya. Kemarin(Minggu,16Sept2012) siang baru saya tau, ada kotoran yg menempel di kelopak mata Adzkiya(belek), keadaan ini berlanjut hingga malam hari, semakin bertambah saja. Sempat curiga apakah kecolok atau benturan yg mengenai matanya. Tapi pagi ini saya menemukan artikel ini,alhamdulillah… saya share ya temans, semoga bermanfaat…aamiin.

Adzkiya  dan Pink Eye Conjunctivitis

Gangguan mata merah dan belekan paling sering dialami oleh anak-anak atau sering disebit Pink Eye. Pink eye atau conjungtivitis adalah kemerahan dan bengkak pada selaput mata yang menutupi putih mata dan selaput pada bagian dalam kelopak mata.  Pink Eye seringkali disebabkan karena virus, alergi atau iritasi. Paling kasus infeksi virus, sering gangguan ini disertai infeksi saluran napas atas lainnya seperti Common Cold, Flu atau Influenza. Pada penyakit flu yang sering mengalami tampilan gangguan mata seperti ini sering disebabkan karena virus berjenis norovirus. Continue reading

“Pelit” obat


Sebagian alasan kenapa dokter-dokter di negara maju “pelit” kasih obat ke anak yang sakit ** Dimana Salahnya?** Simak kisah berikut:

Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku …tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.

Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.

“Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection.” kata dokter tua itu .

“Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?” batinku meradang. Ya..Ya.. tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak!
Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.
“Obat penurun panas Dok?” tanyaku lagi.

“Actually that is not necessary if the fever below 40 C.”

Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah. Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas. Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh. Continue reading